My Coldest CEO

6| Accidentally Met Again



6| Accidentally Met Again

0"Hari ini sepertinya panas deh, bisa tolong ambilkan kacamata milik ku?"     

"Aish seperti make up ku sedikit luntur, tolong ambilkan bedak padat juga."     

"Ah aroma parfum ku sudah memudar, tolong ambilkan itu juga, Leo."     

Laki-laki dengan perawakan tegas dan maskulin itu pun hanya bisa menuruti keinginan Azrell, sang kekasih yang kini tanpa rasa malunya berjalan sambil menyampirkan kacamata di atas kepala. Belum lagi memoles wajah kembali dengan make up, dan oh jangan lupakan juga wanita itu menyemprotkan parfum ke tubuhnya.     

"Bisa kah kita menepi? Atau kamu mencari toilet saja, tidak enak di lihat banyak orang."     

Leo mengitari pandangannya ke sekeliling. Orang-orang bukannya pada ilfil dengan hal ini, justru malah sibuk menatap ke arah mereka dengan sorot mata yang seolah-olah kagum dengan kesempurnaan mereka berdua. Bahkan mungkin kini orang-orang menganggap mereka sebagai pasangan yang sangat menggemaskan.     

Azrell menutup parfumnya, lalu di berikan kembali semua alat yang tadi ia pinta dari Leo. "Telat, aku sudah selesai melakukan." ucapnya sambil menampilkan sebuah kekehan kecil. Ia melihat wajah Leo yang juga mengulas sebuah senyuman, sambil meraih barang-barang yang ia sodorkan dan kembali di masukkan ke dalam tas jinjing miliknya yang berada di lengan laki-laki tersebut.     

"Lain kali jangan seperti ini, oke? Lebih baik saya mengantarmu ke toilet atau setidaknya periksa terlebih dulu penampilan mu sebelum keluar mobil."     

"Iya, sayang. Tapi kan aku lupa, namanya juga bahagia bisa belanja lagi sama kamu yeay!"     

Memang pada dasarnya, kekasih dari seorang CEO itu pasti harus menelan pil pahit karena sudah dapat di pastikan laki-laki yang memiliki posisi di sana akan tenggelam dalam kesibukan yang sangat. Bahkan jarang memiliki waktu luang untung sang kekasih. Tapi kini, ia bisa merasakan bagaimana di manjakan oleh seorang CEO yang memiliki banyak uang dan juga tidak pernah perhitungan dengan dirinya.     

"Iya, saya akan meluangkan waktu selagi aku rasa waktu saya ini berhak untuk di isi kamu juga."     

Leo memang laki-laki yang labil. Kadang ia merasa tidak satu jalan dengan Azrell, namun terkadang ia bisa menjadi pribadi yang sangat manis untuk wanita ini. Buktinya? Kini lengan kanannya sudah terjulur untuk di lingkari ke pinggang ramping milik Azrell. Ia menarik tubuh wanita itu untuk mendekat ke arahnya, kini tidak ada satupun laki-laki yang bisa mencuri-curi pandang ke arah Azrell yang memang sangat diharuskan untuk mengakui kecantikannya ini.     

Blush     

Kedua pipi Azrell terlihat bersemu merah bagaikan kepiting rebus yang baru matang. Ia mendongakkan kepala, menatap rahang tegas milik Leo yang seolah-olah berkode untuk minta dielus saking mempesonanya.     

"Kamu romantis tapi terkadang menyebalkan ya?"     

"Seseorang yang romantis itu biasanya cepat bosan , Azrell. Karena saya hanya gitu gitu aja ngasih perhatian ke kamu,"     

"Kok kamu gitu bilangnya?"     

"Ya saya hanya memberikan pendapat, supaya kedepannya tidak terlalu berlebihan mengharapkan saya."     

Leo memang benar. Ia jujur walaupun itu dalam kalimat yang tersirat, lagipula tidak ingin memberikan harapan palsu juga. "Ah itu dia toko yang ingin kamu kunjungi, iya kan?"     

Sebuah toko ternama di dunia, memiliki kualitas fashion yang tinggi merupakan tempat incaran banyak wanita termasuk Azrell. Dan ya, Leo berkata seperti itu hanya untuk mengalihkan suasana saja. Ia melihat sorot mata sendu di kedua manik mata sang kekasih, namun mau bagaimana lagi?     

Memangnya ada hati yang bisa di paksakan? Kalau ada pasti nantinya tidak akan berujung baik. Dan pilihan selanjutnya yang tepat adalah sebuah perpisahan, membuahkan luka baru di hati.     

Kedua mata Azrell menyorot penuh kesenangan yang tampak dari permukaan wajahnya. Ia langsung saja menganggukkan kepalanya dengan sangat semangat, padahal baru kemarin dirinya ke sini. Ya bedanya sih ada dan tidak adanya Leo.     

"Yuk, setelah ke sana kita makan junk food ya? Kamu masih ada waktu bersama ku, kan? Mommy dan Daddy nanti pergi ke rumah lama ku,"     

Leo menaikkan sebelah alisnya, lalu masih menatap Azrell dengan sorot mata tenang. "Kamu punya rumah di mana lagi memangnya? Kenapa saya tidak tahu?"     

"Ya hanya rumah untuk menaruh barang lama saja, kok. Jarang di huni juga kecuali Daddy terkadang pulang ke sana," ucap Azrell sambil menarik tangan Leo supaya lebih cepat menghampiri toko tersebut. Ia membuat lingkaran tangan laki-laki tersebut lepas dari pinggangnya lalu mereka masuk ke dalam toko.     

"Selamat siang Tuan Leo dan Nona Azrell," ucapan lembut ini berasal dari seorang karyawati yang memang kebetulan tengah berdiri di depan pintu masuk. Ia menatap kedua orang yang terpandang dan sempat menjadi sorotan publik dengan tatapan yang sopan, tidak menunjukkan ketertarikan yang berlebihan mengingat dirinya tengah bekerja. Kalaupun tidak bekerja, ia juga tahu malu kok.     

"Halo selamat siang," jawab Leo sambil memberikan sebuah senyuman terbaiknya.     

Fakta menarik lainnya tentang Leo adalah, cowok ini benar-benar selalu bisa memberikan senyuman untuk semua orang.     

Mereka di bimbing masuk ke dalam, setelahnya di lepas begitu saja karena permintaan Azrell yang mengatakan jika tidak nyaman jika belanja tapi diikuti. Melihat berbagai macam model baju. Dari yang tertutup, sampai terbuka, semuanya beraneka ragam dan memilah milih nya pun sesuai selera.     

"Bagaimana kalau aku beli yang ini?" Kedua tangan Azrell menggantung di udara. Menampilkan sebuah dress berwarna merah dengan dada berbentuk V dengan belahan rendah.     

Tentu saja Leo yang melihat itu menggelengkan kepalanya, ia sangat tidak ingin harta yang seharusnya sangat berharga bagi seorang wanita terumbar begitu saja. "Tidak, saya tidak setuju. Ganti yang lain," ucapnya. Bahkan, kini tangannya mulai ikut memilihkan baju untuk Azrell. Yang pas menurut dirinya, sesuai dengan kriteria wanita tersebut.     

"Sayang, bagaimana kalau yang ini?"     

Leo mengalihkan pandangannya, lalu melihat dress berwarna kuning dengan motif bunga-bunga. Melihat warnanya membuat matanya menyipit, astaga sangat membunuh indra penglihatan. "Jangan, kalau terkena sinar matahari pasti akan terlihat sangat menyilaukan." ucapnya.     

Azrell mendengus, padahal semua baju pilihannya itu sangat cantik. "Lalu, aku harus berpakaian seperti apa? Long dress? Sulit berjalan." Selalu saja jika belanja dengan Leo banyak peraturan, tapi ia suka. Dengan adanya larangan yang di lontarkan, sudah pasti laki-laki itu sangat peduli terhadapnya.     

"Tidak begitu juga, tunggu biar saya saja yang memilih." balas Leo sambil membalikkan tubuhnya, ia meneliti setiap inci deretan dress tersebut. Menatap berbagai macam model yang sekiranya tidak terlihat terlalu terbuka.     

And, gotcha!     

Satu dress cantik yang berhasil membuat kedua bola mata Leo terpaku pun itu menjadi pilihannya untuk saat ini. Ia mengambil dress tersebut, lalu membawanya ke hadapan Azrell. "Lihat, bagaimana? Cantik sama seperti diri mu."     

Dress berwarna seperti kedalaman biru laut atau yang suka sekali di sebut navy itu sudah tersuguh di hadapan Azrell. Kerah oval dan tanpa lengan serta resleting di belakangnya yang memang benar-benar menutupi punggung. Eh? pilihan yang cukup sempurna untuk seorang laki-laki.     

"Oke, aku pilih ini."     

"Yasudah, mau apa lagi?"     

"Dress lagi lah sayang,"     

"Memangnya untuk apa membeli dress banyak-banyak seperti itu?"     

"Untuk ku pakai?"     

Leo mengalah, ia menganggukkan kepalanya saja. "Kalau begitu, saya juga ingin melihat-lihat baju lainnya." ucapnya sambil memutar tubuh. Ia berjalan meninggalkan Azrell yang menatap punggungnya dengan tatapan biasa saja, ingin menahan pun memang hak nya apa?     

Mulai berjalan ke arah section khusus laki-laki dari pakaian sampai aksesoris lainnya, lalu Leo menghentikan langkahnya tepat di dekat deretan rompi yang memang terkadang menjadi pilihan fashion bagi dirinya.     

"Kalau jalan tuh lihat-lihat gak perlu pakai nabrak saya segala, lagian pakai baju lusuh begini pakai acara masuk ke dalam toko besar!"     

"Ta-tapi Bu, maaf--"     

"Tapi tapi apa, hah?!"     

"Maaf, ini tadi dompet ibu terjatuh makanya aku ikutin ibu sampai ke dalam dan tidak tahu kalau ibu akan berhenti tiba-tiba."     

Leo memutar tubuhnya kala mendengar suara keributan yang sepertinya berasal dari luar toko. Ia menolehkan kepalanya dan melihat seorang wanita yang bergaya layaknya konglomerat dengan sanggul tinggi itu sedang terbungkam, dan seorang wanita lainnya yang memang memakai pakaian sederhana.     

Banyak orang yang mendengarkan percakapan kesalahpahaman mereka, begitu juga dengan Leo. Ia langsung saja melangkahkan kakinya, lalu terkejut saat melihat seorang wanita yang ia kenali itu sedang menjulurkan sebuah dompet kulit.     

"Ekhem, ada apa ya?" tanya Leo yang pura-pura tidak tahu apapun.     

"Eh? Tuan Leo?" Wanita yang mungkin saja sudah memiliki anak itu pun menatap Leo dengan sorot pandang yang terkejut. "Eh, ini Tuan, tidak ada masalah apapun." sambungnya dengan canggung sambil menerima juluran tangan wanita yang dimenit sebelumnya menabrak dirinya.     

Leo menolehkan kepala ke arah wanita yang satunya, menampilkan wajah yang tak kalah terkejut. Pura-pura tidak kenal, ia langsung saja menganggukkan kepalanya. "Baiklah, silahkan anda meminta maaf karena sudah berkata sekasar itu dengan seseorang yang tidak bersalah."     

"Ta-tapi..."     

"Anda sama saja seperti mencela orang lain,"     

Wanita tersebut tampak menarik napasnya. Iya, ia mengakui kalau dirinya bersalah. "Maaf kan aku, dan terimakasih sudah mengembalikan dompet ku." ucapnya.     

Wanita yang di ajak bicara pun menganggukan kepalanya, "sama-sama ibu, aku permisi dulu ya." ucapnya sambil berjalan cepat karena kini dirinya sudah menjadi pusat perhatian banyak orang.     

Sedangkan Leo? Ia langsung saja pergi meninggalkan wanita yang tadi berpikiran negatif terhadap tingkah orang lain tanpa ingin membalikkan tubuhnya karena wanita itu tiba-tiba saja meminta foto bersama dirinya, maaf saja ya ia memang tidak pernah memandang kasta tapi setidaknya ia selalu menghormati orang yang memiliki etika. Kalau etika saja sudah tidak ada, ya untuk apa di ladeni?     

Ia menghentikan langkahnya di tempat deretan rompi seperti sebelumnya, namun tiba-tiba pikirannya berkelana. Entah itu bertanya-tanya karena kebingungan atau penasaran dengan wanita yang tadi ia jumpai.     

Sungguh, ini bukan lah suatu kebetulan, iya kan? Kenapa ia bisa bertemu lagi dengan tidak sengaja di tempat ramai?     

"Kenapa aku bisa bertemu dengan Felia lagi?"     

Yang lebih herannya lagi, kenapa wanita itu ke pusat perbelanjaan tanpa membenarkan penampilannya terlebih dahulu? Tidak, ia sama sekali tidak mengejek. Justru hal itu menjadikan dia di cap buruk oleh orang lain.     

Seperti ada yang janggal, namun karena dirinya malas untuk mencari tahu atau sekedar berharap untuk bertemu dengan wanita itu lagu pun rasanya tidak akan, dan sangat mustahil, iya kan?     

"Sayang, tadi ada apa sih ramai-ramai?"     

Pertanyaan itu membuat Leo tertarik kembali ke kesadarannya, lalu menatap Azrell yang sudah berada di hadapannya.     

"Enggak, tadi cuma masalah menemukan dompet doang kok."     

Padahal kini di pikiran Leo memutar sebuah ketidakmungkinan, ia bertemu kembali dengan Felia?     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.